Awal yang tidak menguntungkan
Raja pertama Arab Saudi memiliki setidaknya forty two putra, termasuk ayah MBS, Salman. Mahkota kerajaan secara tradisional diturunkan di antara putra-putra ini. Ketika dua di antara mereka meninggal mendadak pada 2011 dan 2012, Salman diangkat ke garis suksesi.
Agen mata-mata Barat berupaya mempelajari suksesi di Arab Saudi itu – serupa dengan Kremlinologi di Rusia – untuk mencari tahu kunjungi siapa yang akan menjadi raja berikutnya. Pada tahap ini, MBS masih sangat muda dan tidak dikenal, dan bahkan dia tidak masuk radar Barat.
“Dia tumbuh dalam lingkungan yang relatif tidak dikenal,” kata Sir John Sawers, kepala MI6 hingga tahun 2014. “Dia tidak ditakdirkan untuk naik ke tampuk kekuasaan.”
Putra mahkota juga tumbuh di sebuah istana di mana perilaku buruk hanya diganjar dengan sedikit konsekuensi, itu pun jika ada. Hal ini mungkin bisa menjelaskan kebiasaan MBS yang terkenal tak pernah memikirkan dampak dari keputusannya, sampai dia sudah menjalankannya.
MBS pertama kali mencapai ketenaran di Riyadh pada akhir masa remajanya, ketika ia dijuluki “Abu Rasasa” atau “Bapak Peluru”. Dia diduga mengirimkan sebuah peluru lewat kantor pos ke seorang hakim yang menolaknya dalam sengketa properti.
“Dia mempunyai sifat kejam tertentu,” kata Sir John Sawers. “Dia tidak suka dilawan. Tapi itu juga berarti dia mampu melakukan perubahan yang tidak bisa dilakukan oleh pemimpin Saudi lainnya.”
Perang di Yaman telah berlangsung selama bertahun-tahun dan telah menjadi salah satu konflik paling mematikan di dunia saat ini. Konflik ini memiliki akar yang kompleks, melibatkan berbagai pihak dan kepentingan yang saling bertentangan.
Perang di Yaman dipicu oleh perselisihan antara pemerintah Yaman yang diakui secara internasional yang dipimpin oleh Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi dan pemberontak Houthi yang didukung oleh Iran. Selain itu, konflik ini juga melibatkan serangkaian kekuatan regional termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar yang mendukung pemerintah Yaman, serta Iran yang mendukung pemberontak Houthi.
Dampak perang ini sangat merusak, dengan ribuan warga sipil tewas dan jutaan lainnya terpaksa mengungsi. Kondisi kemanusiaan di Yaman semakin memburuk, dengan kelangkaan makanan, air bersih, dan layanan kesehatan yang menjadi masalah utama.
Upaya perdamaian telah dilakukan, termasuk perundingan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, namun hingga saat ini belum ada kesepakatan yang stabil dan berkelanjutan. Perang di Yaman terus berlanjut, menimbulkan penderitaan bagi rakyat Yaman yang terjebak di tengah konflik yang tidak kunjung berakhir.